Selasa, Oktober 14, 2008

Imam Syafie dan Cinta Ahlul Bait

Cinta buta sang imam itu telah membuat air mata hatinya semakin deras bercucuran, dan tak henti-hentinya membisikkan "Oh..." dalam sanubarinya. Cinta penuh misteri itu telah menjadi warisan misterius dari generasi ke generasi. Ia tak dapat dicari bahkan tak mudah dimengerti. Ia hanyalah anugerah termahal bagi mereka yang benar-benar berhati. Tidak dapat dibayangkan, cinta itu mampu menembus seluruh langit sampai ke titik final. Karunia cinta itu mampu menyatukan masa depan dan masa silam dalam satu waktu yang tak lagi mengenal zaman. Limpahan cinta itu laksana musim semi yang menerangi hati. Ia tak lekang oleh panas dan tak lapuh oleh terpaan angin hujan.

Tiada harapan yang terdetak dari sosok Imam Syafie melainkan Ahlul Bait. Harapan tak berujung itu senantiasa bersenandung dan mengibarkan sayapnya, terbang menuju angkasa bersama bintang-bintang yang semakin menyipratkan sinarannya, seraya mengumandangkan "Oh... Oh...". Ia tak tahu kata apa yang pantas untuk mengekspresikan rasa yang ada, rasa yang semakin menyala-nyala, rasa yang tak kenal sebabnya, rasa yang dipercikkan oleh tinta beningnya, dan rasa yang terungkap oleh segenggam kebisuannya. Apakah cinta itu suci dan sejati? Ataukah hampa dan sekedar ilusi? Setertutup itukah kau, Imam Syafie?!

Ketergila-gilaan Imam Syafie terhadap Ahlul Bait telah menjerumuskan sekelompok orang ke dalam lubang penyesatan. Tanpa perasaan sedikit pun, kelompok itu menyesatkan (menuduh sesat) Imam Syafie dan menggolongkannya dalam komunitas Rafidhah. Sekali lagi, Imam Syafie terlanjur gila kepada Ahlul Bait. Ia hanya merespon mereka dengan sahutan halus namun begitu kencang: "Bila cinta Ahlul Bait dinilai Rafidhah, maka bersaksilah hai segenap manusia dan jin, bahwa aku bersedia dikatakan Rafidhah!". Ia tak peduli nama ataupun panggilan, karena ia sebatas ingin bercinta dan bercinta.

Di waktu lain, Imam Syafie masih saja dianggap berlebihan mencintai Ahlul Bait. Ia dituduh melakukan sekaligus meneladankan bid'ah. Namun lagi-lagi, ia terlanjur jatuh dan terjatuh, jatuh cinta kepada Ahlul Bait. Imam Syafie justru membalas: "Bila cinta Ahlul Bait dinilai bid'ah, maka cukuplah bid'ah itu sebagai bekalku seumur hidup!". Di waktu lain pun ia masih bertahan dan bersaksi: "Bila cinta Ahlul Bait dinilai dosa, maka aku tidak akan pernah bertaubat dari dosa itu!". Sampai membuatkan kita terhairan-hairan. Ada apa dengan cinta Ahlul Bait?!

Tanda tanya itupun terjawab oleh imam yang sama, imam yang semakin tergila-gila oleh keluarga Baginda. Imam Syafie dengan hati melayang, melantunkan pernyataan sekaligus seruannya: "Hai Ahlul Bait, mencintaimu adalah kewajiban umat. Itulah ketetapan Allah dalam al-QuranNya. Cukuplah sebagai tanda keagunganmu; tidak akan pernah diterima solat seseorang yang enggan berselawat kepadamu!".

Terlepas dari identitas dan biografi Imam Syafie yang sudah tidak asing lagi di hati, Ahlul Bait adalah perahu keselamatan umat. Cinta Ahlul Bait adalah agama Islam sepenuhnya. Cinta Ahlul Bait adalah kunci rahmah dan barakah Allah. Cinta Ahlul Bait adalah segala-galanya! Al-Quran dan as-Sunnah pun telah dipenuhi pelbagai himbauan dan seruan kepada cinta Ahlul Bait, tiada lain karena cinta Ahlul Bait mengandung rahasia dan satu-satunya khasiat yang luar biasa, namun hanya sanggup dirasa oleh sang pecandunya; pecandu yang kenal siapa Ahlul Bait sebenarnya, pecandu yang cintanya natural tanpa direkayasa, pecandu yang membuktikan cintanya dengan ketaatan yang nyata, pecandu yang mengekspresikan cintanya dengan segala macam cara, pecandu yang beraqidah benar dan tidak melampaui batas-batasnya.

2 komentar:

elfan mengatakan...

Sy kira, kl antum berpegang dng Al Quran, coba simak makna QS. 33:4-5 baik tersirat maupun tersurat, jelas 'nasab' kita adalah dr laki-laki, bukan dari garis nasab perempuan.

Kl antum berpegang dng garis nasab Bunda Fatimah, krn beliau anak Nabi Muhammad SAW, seyogianya anak keturunan selanjutnya harus berpegang pula pada 'anak perempuan' dari Bunda Fatimah dengan Saidina Ali bin Abi Thalibnya, yakni misalnya Bunda Zainabnya. Jadi garis nasab seterusnya bukan diambil dr garis nasab Saidina Hasan dan Husein.

Masalah 'nasab' dlm Islam jelas hanya satu garis lurus yakni diambil dr nasab laki-laki, kecuali terhadap Nabi Isa bin Maryam, atau nanti jika ada kloning anak manusia yg sepermanya dari unsur bundanya sendiri, baru binnya adalah 'ibu'-nya sendiri.

Jika antum percaya Al Quran, maka dlm al Quran tidak dikenal 'nasab zigzag', setelah diambil dari garis laki-laki, lalu perempuan, ee kembali lagi ke garis nasab laki-laki.

Renungkanlah, kaji kembali riwayat-riwayat dr moyang kita tsb. krn QS. 7:172-173 sudah memperingati generasi mudanya, hati-hati dengan 'mahkota' warisan.

elfan mengatakan...

Dlm Al Quran yang menyebut 'ahlulbait', rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.


1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan kebrkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah".


Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah isteri dari Nabi Ibrahim.


2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: 'Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu 'ahlulbait' yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?


Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah Ibu Nabi Musa As. atau ya Saudara Nabi Musa As.


3. QS. 33:33: "...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu 'ahlulbait' dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya".


Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW. Sedangkan sesudah ayar 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. isteri plus anak-anak beliau.


Coba baca catatan kaki dari kitab: Al Quran dan Terjemahannya, maka ahlulbaik yaitu KELUARGA RUMAHTANGGA RASULULLAH SAW. Karena, anak lelaki Saidina Muhammad SAW tidak ada yang sampai dewasa dan tidak mempunyai keturunan, maka Bunda Fatimah adalah 'satu-satu'-nya pewaaris tahta 'ahlul bait'.

Akan tetapi, Bunda Fatimah adalah anak perempuan, maka menyimak pada QS. 33:4-5, maka pewarisan tahta 'ahlul bait' tak bisa berlanjut. Anak bunda Fatimah dengan Saidina Ali, tidak bisa bernasabkan pada garis nasab Bunda Fatimah, tetapi tetap bernasab pada Saidina Ali bin Abi Thalibnya.